Jumat, 22 Juni 2012

Dynamic Vapour Sorption (DVS) Analysis


1.        Pendahuluan dan Prinsip 

Dynamic Vapour Sorption ((DVS) adalah teknik gravimetri yang mengukur seberapa cepat dan berapa banyak zat terlarut terserap ke dalam sampel, misalnya serbuk kering yang mengadsorp air. Analisa dengan DVS dilakukan dengan mengenai sampel dengan berbagai variasi kondisi kelembapan pada suhu tertentu, kemudian respon sampel diukur secara gravimetri, yakni perubahan massa sampel terhadap fungsi kelembapan relatif. Dalam hal ini, DVS  merupakan teknik untuk mengkaji desorpsi/sorpsi air dan senyawa organik pada material partikulat. DVS pada dasarnya dikembangkan untuk menggantikan peran desikator dan larutan garam jenuh untuk mengukur isotermal serapan (sorpsi) uap air.

Aplikasi utama DVS adalah untuk mengukur serapan air isotermal. Secara umum, serapan air isotermal menunjukkan kesetimbangan jumlah uap yang terserap sebagai fungsi keadaan tunak tekanan uap relatif pada suhu konstan. Untuk serapan air isotermal, tekanan uap relatif air lebih umum dinyatakan dalam kelembapan. Pada DVS, massa sampel harus dibuat untuk mencapai kesetimbangan gravimetri pada tiap perubahan kelembapan sebelum meningkat pada tingkat kelembapan yang berikutnya. Kemudian, nilai masa kesetimbangan pada tiap tahap kelembapan relatif  digunakan untuk menghasilkan kondisi isotermal. Kondisi isotermal umumnya dibedakan menjadi dua komponen, yakni sorption (sorpsi) untuk peningkatan tahap kelembapan, dan desorption (desorpsi) untuk penurunan tahap kelembapan. Sorption (sorpsi) dapat dibagi lagi menjadi adsorption (adsorpsi), dimana adsorbat berada pada permukaan adsorben, dan absorption (absorpsi), dimana absorbat berada dalam fasa bulk absorben. Instrumen DVS ditampilkan pada Gambar 1, sementara skema instrumen DVS ditampilkan pada Gambar 2.



Gambar 1. Instrumen Dynamic Vapour Sorption (DVS) dari Quantachrome.


Gambar 2. Skema instrumen DVS
 (Levoguer dan Williams, 2006)

2.        Prosedur Eksperimental
Pada eksperimen DVS, kelembapan relatif (%RH) dinaikkan secara bertahap dari tingkat inisial rendah (baik pada kelembapan ambien atau o%RH) ke tingkat yang tinggi (90-95% RH), kemudian diturunkan kembali menuju tingkat rendah. Dalam beberapa kasus kelembapan relatif ini bisa dinaikkan kembali ke tingkat yang lebih tinggi tergantung kebutuhan analisa. Laju dimana material atau sampel setimbang pada tiap tiangkat kelembapan, yang pada akhirnya juga mengahasilkan keseluruhan bentuk profil adsorpsi/desorpsi akan memberikan informasi yang berguna tentang struktur dan kestabilan jangka panjang dari material (Hassel dan Hesse, 2007).

Analisa dengan DVS umumnya menggunakan wadah atau tampat sampel berupa wadah kuarts (quartz pan). Sejumlah sampel yang massanya telah diketahui kemudian ditambahkan pada wadah kuarts yang sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian ruang kelembapan (humidity chamber) ditutup dan disegel. Sementara itu wadah kuarts kosong digunakan sebagai referensinya, dan analisa baru dijalankan pada suhu yang tetap. Pada saat analisa dijalankan, sampel diberikan beberapa kelembapan relatif spesifik, misalnya 0%, 10%, 20% dan setersuasnya sampai 90% pada periode waktu tertentu, biasanya 200 menit (Hunter dkk, 2010).

Profil adsorpsi desorpsi yang diperoleh berupa perubahan massa sampel menurut fungsi kelembapan relatif (%RH). Salah satu contoh profil DVS ditampilkan pada Gambar 3 yang menunjukkan profil DVS dari senyawa prednison. Pada profil ini kelembapan relatif (%RH) dinaikkan dari tingkat rendah ke tingkat tinggi, kemudian diturunkan untuk mengkaji proses desorpsinya, selanjutnya ditingkatkan lagi. Perlakuan ini pada akhirnya menghasilkan tiga buah grafik atau kurva dari satu sampel dalam satu kali proses analisis.


Gambar 3. Data adsorpsi permukaan pada prednison
(Hassel dan Hesse, 2007)


3.        Aplikasi Penggunanan Dynamic Vapour Sorption (DVS)
Salah satu aplikasi penggunaan DVS adalah untuk mempelajari dan mengkaji proses fotodegradasi dan pelapukan yang terjadi pada kayu akibat perilaku kelembapan di lapisan permukaan kayu tersebut, seperti dilaporkan oleh Sharratt dkk. (2010). 

Penelitian ini menjadi penting karena proses pelapukan kayu sangat dipengaruhi oleh perilaku kelembapan pada permukaan kayu yang pada akhirnya bisa menyebabkan fotodegradasi pada kayu tersebut. Hal ini umum terjadi di alam misalnya sebagai akibat dari adanya hujan, salju atau peristiwa pengembunan. Hubungan antara kelembapan dan kayu dipengaruhi pula oleh perubahan karakter atau sifat pada lapisan permukaan disebabkan oleh fotodegradasi atau keberadaan lapisan coating yang berperan sebagai penghalang interaksi antara kayu dengan uap air. Sehingga untuk memahami apa yang terjadi pada lapisan permukaan kayu yang di coating, maka analisa DVS dilakukan pada sampel kayu kecil. Dengan analisa seperti ini, maka perubahan dinamik pada kandungan kelembapan kayu yang disebabkan oleh perubahan uap air dapat diukur. Dalam hal ini menggunakan serapan (sorpsi) isotermal.

Sampel (earlywood dan latewood) yang digunakan pada penelitian ini meliputi beberapa jenis, yakni:
·         Pinus yang tak terpapar.
·         Pinus yang terpapar di luar ruangan (Outdoor exposed, OE), sampel ini diperoleh dari lapisan permukaan papan kayu pinus yang tidak di coating yang telah terpapar di lingkungan selama 18 bulan.
·         Pinus yang terpapar di dalam ruangan (Indoor exposed, 500 jam, kering), sampel ini diperoleh dari sebilah pinus yang telah dipaparkan dalam instrumen Q-Sun Xe-1 selama 500 jam.
·         Pinus yang terpapar di dalam ruangan (Indoor exposed, paparan basah, semprotan air), sampel dipaparkan dalam Q-Sun Xe-1 selama 98 jam dan dikenai semprotan air selama 10 menit tiap jam.

Earlywood adalah kayu yang dihasilkan pada awal musim semi, atau disebut juga springwood. Sementara latewood adalah kayu yang dihasilkan pada akhir musim semi, mendekati musim panas, atau disebut juga summerwood.

Hasil analisa DVS menunjukkan beberapa hal yang menarik. Gambar 4 menunjukkan isotermal yang diperoleh dari percobaan dari dua sampel earlywood dan dua sampel latewood kayu pinus yang tidak terpapar. Isotermal tersebut menunjukkan karakteristik bentuk histerisis sigmoidal antara loop adsorpsi dan desorpsi isotermalnya. Isotermal kayu pinus earlywood dan latewoodnya memiliki sedikit perbedaan pada rentang %RH yang lebih tinggi. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh pengaruh kondensasi kapiler.


Gambar 4. Perbandingan isotermal yang didapat secara eksperimental dari dua buah pinus
      earlywood dan latewood yang tidak terpapar.

Gambar 5a menunjukkan isotermal dari sampel earlywood (tak terpapar, diberi paparan sinar UV-Vis selama 500 jam dan sampel yang terpapar di luar ruangan). Kurva adsorpsi dan desorpsi untuk sampel tak terpapar dan paparan basah (98 jam) mirip terhadap semua isotermal walaupun semuanya tidak ditampilkan disini. Hal ini mungkin disebabkan oleh waktu pemaparan cahaya yang terlalu sebentar. Sampel yang terpapar di luar ruangan memiliki tingkat adsorpsi yang lebih rendah yakni pada pertengahan RH (%) pada rentang (30-90%). Pada tingkat RH yang lebih tinggi dan lebih rendah, sampel yang terpapar di luar ruangan memiliki tingkat uptake yang mirip dengan sampel yang tidak terpapar. Perbedaan terbesar pada isotermal yang tergantung pada pencahayaan terlihat antara sampel tak terpapar dengan sampel yang terpapar 500 jam. Sampel yang terpapar selama 500 jam menunjukkan kandungan kelembapan yang lebih rendah dengan histerisis yang lebih kecil pada daerah tengah RH.


Gambar 5. (a) Isotermal yang didapat secara eksperimental pada sampel pinus earlywood yang
      tidak terpapar dan terpapar menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh pemaparan
      cahaya. (b) Isotermal yang diperoleh secara eksperimental pada sampel pinus latewood
      yang tidak terpapar dan terpapar menunjukkan perbedaan akibat   pemaparan cahaya.

Gambar 5b menunjukkan isotermal untuk sampel latewood yang dibandingkan terhadap data earlywood yang disajikan pada Gambar 5a. Sampel latewood menunjukkan perilaku yang mirip dengan sampel earlywood, dimana kandungan kelembapan pada RH yang diberikan menurun dalam urutan tak terpapar > terekspos di luar ruangan > terpapar 500 jam. Pencahayaan di bawah sinar UV-Vis lebih lanjut pada kondisi kering, atau pelapukan di luar ruangan, telah menurunkan kapasitas serapan (sorpsi) kayu terhadap air.

Pada penelitian ini dibahas pula faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kapasitas serapan itu. Sejauh ini turunnya kapasitas serapan itu disebabkan oleh tiga mekanisme, yakni:
·         Reduksi pada jumlah sisi serapan (gugus OH) pada dinding sel kayu.
·         Pembengkakan terkendali, baik akibat dari penahan eksternal atau karena meningkatnya ikat silang antara komponen makromelokuler pada dinding sel.
·         Bulking dari dinding sel disebabkan oleh deposisi material dalam dinding sel nanopori.
Mekanisme yang terakhir ini dapat diabaikan dalam kasus penilitian ini karena mekanisme ini membutuhkan impregnasi yang disengaja dan fiksasi kimia dari dinding sel. Reduksi OH berhubungan dengan penghilangan sisi yang berikatan (misalnya asetilasi) atau disebabkan oleh penghilangan komponen dinding sel seperti selulosa atau hemiselulosa. Hal ini mungkin disebabkan oleh irradiasi UV yang dapat menyebabkan pemotongan rantai polisakarida dan hal ini juga telah didukung fakta jika hemiselulosa menghilang di bawah iradiasi UV dan proses pelapukan. Selulosa juga terdepolimerisasi dan α-selulosa berkurang pula oleh irradiasi UV tersebut.
Penelitian ini menunjukkan jika peristiwa serapan (sorpsi) dari uap terhadap suatu material dengan instrumen DVS dapat digunakan untuk memahami sifat dan mekanisme yang terjadi  pada material tersebut, dalam hal ini kayu terutama pada proses fotodegradasi dan pelapukannya. Penelitian ini memberikan informasi jika perbedaan perilaku kayu-uap tergantung pada jenis paparan yang mengenainya. Efek yang tampak menunjukkan jika afinitas uap yang lebih rendah untuk uap pada sampel yang terfotodegradasi ketika tidak terdapat pelepasan yang disebabkan oleh perubahan awal uap. Hal ini diyakini terjadi karena polimerisasi silang sisi serapan air pada lignin dapat dimasuki oleh uap.
(Sharratt dkk, 2010)

4.        Referensi
Hassel, R. L. dan Hesse, N. D., 2007., Investigation of pharmeceutical stability using dynamic vapor sorption analysis., TA Instrumen, 109 Lukens Drive, New Castle, USA.
Hunter, N. E., Frampton, C.S., Craig, D. Q. M. dan Belton, P. S., 2010., The use of dynamic vapour sorption methods for the characterization of water uptake in amorphous trehalose., Carbohydrate Research, 345, 1938-1944.
Levoguer, C. L. dan Williams, D.R., 2006., The characterization of pharmaceutical materials by dynamic vapour sorption., Application note 101.
Sharratt, V., Hill, C. A. S., Zaihan, J. dan Kint, D. P. R., 2010., Pfotodegradation and weathering effect on timber surface moisture profile as studied using dynamic vapour sorption., Polymer Degradation and Stability, 95, 2659-2662.

3 komentar:

  1. alat tersebut di atas ada dimana di Indonesia?

    BalasHapus
  2. ALat DVS nya ada dimana di Indonesia?

    BalasHapus
  3. tempat yang ada alat DVS nya dimana yah di indonesia??
    saya mau pengujian alat itu

    BalasHapus